Rabu, 05 Maret 2014

SINOPSIS Detective Conan: Kudo Shinichi e no Chousenjou (Detective Conan TV series 2011) episode 11

– Misteri Pembunuhan di Lift yang Bergerak –
Shinichi yang terpisah dari Ran berhasil memecahkan kode pada kasus sebelumnya. Ia masuk ke ruang putih sebelahnya, dan menemukan ponsel Ran dengan nomer tidak dikenal memanggil.
Lampu tiba-tiba menyala. Shinichi dikagetkan oleh kostum boneka yang tiba-tiba ada di depannya. Sebuah panel sentuh pun muncul. Sebuah tanggal dan enam kotak putih.
17 September 2010, Gedung Pusat kota Beika, lantai 38
Seorang presdir perusahaan game terkemuka, Tatsumi Taiji berjalan bersama ketiga anak buahnya menuju lift khusus perusahaan di gedung itu. Hari itu sebenarnya diadakan pesta dalam rangka perayaan dalam memperkenalkan karakter baru dari game yang diluncurkan perusaan itu, tapi presdir memilih untuk pulang karena tidak enak badan. Ia menyerahkan perayaan itu pada anak buahnya itu.
Tidak lama kemudian, Tatsumi Sakurako, putri sang presdir datang. Ia menanyakan ruangan tempat pesta berlangsung.
“Nona dan aku akan memberikan sambutan di pesta nanti, jadi bisakah kalian lebih dulu saja?” pinta sang direktur game, Ooba Satoru, yang diiyakan oleh karyawan yang lain.

Setelah kedua karyawan lain itu pergi, Ooba-san mendekati Tatsumi-san. Mereka berdua ternyata sepasang kekasih. Ooba-san protes karena Tatsumi-san terlambat.
“Maaf, tadi aku agak terhambat. Tapi lebih penting, apa kau sudah mengatakan pada papa soal hubungan kita?” Tanya Tatsumi-san.
Ooba-san mengiyakan. Tatsumi-san tersenyum senang dan memeluk Ooba-san.
“Sebagai gantinya, maukah kau memberikan ciuman sebagai hadiahnya?” pinta Ooba-san.
Tatsumi-san mengiyakan permintaan Ooba-san tanpa curiga sama sekali. Tanpa diketahui, pintu lift dibelakang Tatsumi-san dibuka, dan presdir yang ternyata masih ada di lift itu . . . ditembak.
Suara dari ruang pesta terdengar. Ooba-san dan Tatsumi-san beranjak dari depan lift.
“Sepertinya pesta sudah dimulai.”
“Sebelum pesta . . . ini hadiah. Ini kalung mutiara pink yang akan cocok dengan anting yang kau gunakan,” ucap Ooba-san sambil menyentuh anting yang digunakan oleh Tatsumi-san.
Di lantai yang sama, Shinichi ternyata mengajak Ran untuk makan malam disana.
“Hei, apa tidak apa-apa? Bukankah disini mahal?” protes Ran sambil berbisik.
“Itu tidak apa-apa. Jangan dipikirkan,” elak Shinichi menanggapi protes Ran.
“Kau ini benar-benar . . . “
“Aku lebih dari anak yang disia-siakan orang tua yang lebih suka pergi keluar negeri,” ucap Shinich kemudian.
“Dan? Apa yang ingin kau bicarakan? Itu bukan permintaan yang tidak masuk akan kan?” selidik Ran. “Kau membuat reservasi di restoran seperti ini . . . “
“Itu . . . karena aku mendapat tiket diskon. Yang ingin aku katakan padamu adalah . . . “
Ran memotong ucapan Shinichi, “Aku tahu, pasti sulit mengatakannya . . . tapi laki-laki yang mengatakannya dengan jujur, itu baru laki-laki. Kau lupa tidak membawa dompetmu kan?” tembak Ran.
“Huh?” Shinichi kaget dengan ucapan Ran.
“Eh, aku salah? Dari tadi kau tampak berkeringat dan gelisah, jadi . . . “
“Sebenarnya, kau benar. Itu tidak mungkin, iya kan?!” kali ini Shinichi yang mengingkarinya sendiri.
“Eh?” Ran heran.
Shinichi melanjutkan kalimatnya, “Karena ada hal yang ingin aku katakan padamu . . . itulah kenapa aku mengajakmu makan malam . . . itu . . . itu untuk mengatakan kalau . . . “
Kyaaaa!!! Suara teriakan memotong kalimat Shinichi.
Shinichi berusaha untuk tidak teralihkan perhatiannya, “Jadi, yang ingin aku katakan . . . “
Orang-orang di sekitar Ran dan Shinichi ribut. Ternyata ada seseorang yang terbunuh di lift. Presdir perusahaan game yang juga ada di gedung ini.
“Jangan paksakan diri. Tidak bisa apa-apa kan kalau kau sudah tertarik oleh kasus,” ucap Ran kemudian.
“Tidak . . . “
“Cepat pergilah, tuan detektif.”
“Maaf. Aku akan segera kembali,” Shinichi lalu pergi tanpa sempat menyelesaikan kalimatnya.
Sepeninggal Shinichi, Ran termenung sendiri. Ia memikirkan apa yang sebenarnya ingin dikatakan Shinichi padanya tadi.
Detective Sato dan detective Takagi sudah tiba di tempat kejadian. Mereka memeriksa mayat itu. Seorang presdir perusahaan game berusia 58 tahun, Tatsumi Taiji-san. Mereka berdua berasumsi kalau presdir itu dibunuh dengan motif uang. Seseorang sengaja menunggu keadaan sepi dan kemudian membunuh presdir itu.
“Aku pernah mendengar kasus serupa di gedung ini juga dari inspektur Megure sebelumnya . . . “ gumam detective Sato.
“Maaf, tapi kasus ini tidak memiliki motif karena uang. Jika motifnya adalah uang, dan dia menggunakan senjata . . . pelaku lebih baik membawa orang ini ke tempat yang lebih sepi. Jadi jika itu dilakukan di lift, itu tempat terburuk. Lagipula . . . ada yang aneh dengan pakaian korban. Bukankah kalian berpikir begitu juga?”
“Kudo-kun?!” detective Sato dan Takagi heran tiba-tiba ada Shinichi disana.
“Ran dan aku makan malam disini,” papar Shinichi.
“Bisakah anak SMA kencan di gedung . . . dengan restoran mahal disini?” detective Takagi heran.
“Itu . . . itu alasannya kami memilih disini,” elak Shinichi.
“Papa!” seorang wanita mendekat sambil berteriak. Dia Tatsumi Sakurako, putrid sang presdir. “Kyaaa!”
“Kalian bertiga yang terakhir bertemu dengan korban?” selidik detective Sato.
Ooba-san dan kedua karyawan lain mengiyakan. Setelah itu putri presdir datang.
“Jam berapa waktu itu?” Tanya detective Sato lagi.
“Sekitar 8 lewat 30. Tidak salah lagi,” ucap Tatsumi-san.
“Tapi bagaimana kau tahu? Anda tidak mengenakan jam tangan,” ucap detective Takagi.
“Aku melihat dari jam tangan Ooba-san. Ketika ia memegang antingku,” cerita Tatsumi-san.
Investigasi dilanjutkan. Shinichi curiga bagaimana Tatsumi-san bisa tahu dari jam tangan Ooba-san. Ooba punya jawabannya. Karena jam tangannya adalah model yang dapat berpendar dalam gelap (luminescence clock).
“Bukankah itu aneh, bagaimana ia bisa melihatnya, kalau ia menyentuh anting Tatsumi-san seperti ini?” Shinichi memperagakan cara menyentuh anting sebelah kanan Tatsumi-san dengan tangan kirinya.
“Kau bodoh, kalau kau menyentuh antingnya dari sisi ini, dia bisa melihatnya kan?” Ooba-san memindahkan tangan kiri Shinichi ke anting sebelah kiri Tatsumi-san.
“Ooh, tapi bukankah lebih mudah menyentuh antingnya itu dengan tangan kanan? Atau kau tidak bisa melakukannya dengan tangan kananmu . . . “ pancing Shinichi.
“Kau menuduh kalau di tangan kananku ada senjata, huh?” elak Ooba-san.
“Senjata? Aku tidak pernah mengatakan apapun mengenai hal itu,” Shinichi semakin curiga.
“Hal penting apa yang ingin dikatakan Shinichi? Mungkinkah dia akan mengatakan . . . kalau berat badanku bertambah? Tapi dia tidak perlu mengajak makan malam seperti ini kalau hanya ingin mengatakan hal itu . . . “
Ran yang ditinggal sendirian masih termenung. Ia bahkan menolak menu penutup yang dibawakan pelayan dengan alasan masih menunggu partnernya kembali. Pelayan itu tersenyum. Ran heran.
“Itu seperti kisah legendaries 20 tahun yang lalu. Meja dan kursi yang sama persis pula. Pasanganmu itu pasti tahu tentang cerita itu. Seorang lelaki muda yang meninggalkan pasangannya karena mendengar teriakan. Kemudian kembali setelah menyelesaikan kasus yang terjadi dan kemudian mengatakan sesuatu pada pasangannya. Ia melamarnya, lamaran,” ucap si pelayan sumringah.
“La . . . lamaran?!” Ran kaget.
“Semoga sukses,” ucap pelayan itu lalu beranjak pergi.
“Jangan-jangan Shinichi . . . ah tidak mungkin,” Ran bergumam sendiri.
Shinichi masih mencurigai Ooba-san. Tapi Tatsumi-san mengelak, ia mengatakan kalau tidak mungkin Ooba-san yang melakukannya, karena ia menghabiskan waktu bersama dengan Ooba-san.
Polisi lain masuk, ia melaporkan kalau mereka menemukan senjati api dengan peredamnya dan selongsong peluru kosong di tempat sampah di lantai 38 ini. Shinichi menyimpulkan kalau pelakunya benar Ooba-san. Tapi Ooba-san masih saja mengelak.
“Kalau begitu, periksa saja apa ada bekas bubuk mesiu di bajuku ini,” tantang Ooba-san.
Ooba-san lalu pergi bersama beberapa polisi yang lain untuk memeriksa serbuk mesiu di lengan bajunya. Shinichi mendekati Tatsumi-san.
“Apa kalian berdua berciuman?” tembak Shinichi.
“Eh?” Tatsumi-san kaget, dan merasa Shinichi sudah mengatakan hal yang tidak sopan padanya.
“Mamaku pernah mengatakan, wanita memperbaiki lipstiknya karena dua hal, setelah makan dan berciuman,” cerita Shinichi kemudian. “Dan . . . jadi, bagaimana dia melakukannya?”
“Bagaimana?” Dia meletakkan tangannya seperti ini . . . “ Tatsumi-san memperagakan cara Ooba-san tadi menciumnya. Ia melingkarkan tangan Shinichi ke lehernya.
“Tidak, tidak, tidak ! Kudo-kun!” detective Takagi yang melihatnya heboh sendiri.
“Waktu itu, kau membelakangi lift? Dan kalian melakukannya sembunyi-sembunyi selama ini?” selidik Shinichi.
“Ya, begitulah. Kami juga berjanji bertemu di tempatnya malam ini,” jawab Tatsumi-san.
Tatsumi-san lalu beranjak pergi bersama karyawan yang lain. Tapi Shinichi menahannya.
“Satu pertanyaan lagi, nona. Apa anting yang kau gunakan malam ini juga hadiah dari Ooba-san?” Tanya Shinichi.
“Sayang sekali, kali ini kau keliru. Anting ini baru saja aku beli sebelum datang ke gedung ini, jadi ini bukan hadiah,” elak Tatsumi-san.
Polisi kembali mendapat laporan dari staf perusahaan, kalau Ooba-san sempat melepas jasnya untuk berganti dengan kostum kartun yang diperkenalkan sebagai karakter baru game yang diluncurkan perusahaan itu.
“Direktur Ooba-san berkedip berulang kali.”
“Dia bekerja keras agar kakakter baru itu menjadi terkenal.”
“Tapi dia melakukannya berulang kali, akhirnya jadi membosankan juga.”
Shinichi lalu memeriksa kostum itu. Ia menemukan beberapa hal. Detective Sato mendapat laporan kalau tidak ditemukan bekas bubuk mesiu di jas yang digunakan oleh Ooba-san.
“Ah kalau begitu, modusnya adalah uang. Periksa semua orang yang masuk ataupun keluar dari gedung ini, segera!” perintah detective Sato kemudian.
“Tidak . . . itu tidak perlu. Pelakunya sudah di tangan kita. Jadi bisakah kita sekarang menunjukkan kebenarannya?” pinta Shinichi.
Ooba-san masih saja mengelak tuduhan yang dilontarkan. Begitu pula Tatsumi-san yang memberikan pengakuan kalau ia bersama Ooba-san terus menerus, jadi tidak mungkin ia pelakunya.
“Aku tidak meragukan kalau kau terus bersama dengan Ooba-san. Kejadian yang sesungguhnya . . . ada di depanmu.” Shinichi memperagakan saat Tatsumi-san hendak dicium oleh Ooba-san. “Waktu itu . . . ketika kau, Tatsumi-san, menutup mata dan berada di depan elevator untuk berciuman dengan Ooba-san. Seperti ini, melingkari kepalamu dengan tangan kirinya dan menutup telingamu . . . dia menciummu sambil menekan tombol lift . . . waktu ketika pintu lift terbuka . . .  ayahmu ditembak dengan senjata berperedam.”
“Meskipun menggunakan senjat berperedam, tapi dalam jarak sedekat ini, bukankah seharusnya dia menyadarinya?” elak detective Sato.
“Keadaan waktu itu, tepat ketika pesta dimulai. Sehingga jika dikombinasikan dengan caranya menutup telinga Tatsumi-san, maka Tatsumi-san tidak akan menyadarinya,” jelas Shinichi.
“Ada yang aneh dari kesimpulanmu,” elak Ooba-san. “Kenapa presdir masih ada di lift, padahal dia telah berniat untuk pulang. Tidak mungkin kan ia sengaja berada di dalam lift hanya untuk ditembak olehku.”
“Tentu saja. Presdir memang tidak berniat pulang. Karena dia berencana untuk membuat kejutan dengan muncul kembali dari kostum kartun yang akan diperkenalkan dalam pesta itu. Dan mungkin saja, kaulah yang mengusulkan hal itu pada presdir. Jadi alasan kenapa pakaian korban aneh, adalah karena ia bersiap untuk melepas jasnya dan berganti kostum kartun itu. Dan lagi pula, lift ini adalah lift khusus milik perusahaan game, jadi Ooba-san sudah memperkirakan kalau tidak akan ada yang menggunakan lift ini,” papar Shinichi.
“Hei, bukankah sudah dibuktikan kalau dari pakaianku, tidak ada jejak serbuk mesiu, huh?” Ooba-san masih saja mengelak.
“Bukankah kau berkedip ketika kau menggunakan kostum kartun itu? staf perusahaan yang mengatakan padaku. Kau berkedip bukan dalam rangka menjadi populer, tapi untuk menyembunyikan sesuatu di dalam kostum ini,” Shinichi mengeluarkan plastic berisi beberapa kantong sekaligus dan sarung tangan. “Kantong plastic dan sarung tangan ini kau gunakan untuk melindungi lenganmu dari serbuk mesiu.”
“Kalau dia melakukan itu, bukankah Tatsumi-san pasti akan menyadarinya?” protes detective Sato lagi.
“Kalau keadaannya begini . . . (seorang staf mematikan lampu). Maka Tatsumi-san tidak akan menyadari apa yang dilakukan oleh Ooba-san. Setelah memberikan hadiah untuk Tatsumi-san, tanpa berpisah darinya, kau membuang senjata berperedam itu di tempat sampah yang ada di dekat toilet.”
“Dan lagi, pasti terbukti ada bekas sidik jarimu di kantong itu,” lanjut Shinichi.
Ooba-san tersenyum, “Kalau begitu aku beruntung, karena tidak hanya aku yang memegang kantong itu. Tapi juga staf lain disana,” Ooba-san menolah ke arah seorang staf.
“Benar. Aku juga memegangnya. Karena direktur Ooba-san mengatakan itu bagian penting dari kostum,” ucap staf tadi.
“Keimpulanku, ada orang yang memang iri padaku dan sengaja melakukan semua ini untuk menjebakku,” elak Ooba-san lagi. “Jadi detektif, berhentilah mengatakan hal tidak masuk akal seperti itu. Bukankah tiap tuduhanmu, pasti bisa aku jawab dengan logis, huh?”
“Mutiara pink . . . bukankah kau mengatakan kalau hadiah kalung mutiara pink itu akan cocok dengan anting yang digunakan oleh Tatsumi-san. Bagaimana kau bisa mengatakan hal itu?” Tanya Shinichi.
“Bodoh. Dengan hanya melihatnya tentu saja . . . “ucapan Ooba-san terputus ketika melihat ke arah anting yang dikenakan Tatsumi-san.
“Anting itu baru saja dibeli Tatsumi-san sebelum datang ke gedung ini. Jadi ini pertama kalinya kau melihatnya. Di tempat yang nyaris gelap seperti ini . . . anting yang dikenakannya hanyalah sebuah bola hitam. Dan tidak mungkin mengetahuinya kalau itu adalah pink, kecuali . . . cahaya datang dari lift yang terbuka dan kau bisa melihat warna aslinya. Bagaimana kau menjelaskan hal ini, Ooba-san? Untuk alasan apa kau membuka pintu lift ini?” Shinichi membuka pintu lift.
“Kenapa aku membuka pintu lift? Ada jawaban sederhana untuk hal itu. Aku berjanji untuk membalaskan dendam ayahnya pada Tatsumi-san. 20 tahun yang lalu, Tatsumi-san mendekati ayahku yang merupakan pemilik perusahaan game. Dia menawarkan merger yang ternyata adalah pengambilalihan. Ayahnya menjadi wakil presdir yang hanya status saja. Karena itu, ia bunuh diri dan membuatnya seolah dilakukan oleh Tatsumi-san. Tapi . . . seorang lelaki muda dengan kemampuan mengesankan seperti mala mini . . . yang menghancurkan semuanya,” cerita Ooba-san kemudian.
“Ooba-san, bukankah selama ini papa sangat baik padamu?” protes Tatsumi-san.
“Ya, dia baik padaku karena merasa berhutang pada ayahku. Tapi sepertinya, aku tidak akan mengalami akhir yang sama dengan ayahku,” Ooba-san mengakhiri ceritanya dan menyerahkan diri pada polisi.
“Oh, aku ingat!” seru detective Sato kemudian. “Kasus 20 tahun yang lalu, yang pernah diceritakan oleh inspektur Megure padaku, itu . . . Kudo Yusaku. Akhir yang menyedihkan ya, diselesaikan oleh dua generasi, Kudo Yusaku dan Kudo Shinichi. Benar kan Shinichi?”
Detective Sato melihat sekeliling mencari Shinichi, tapi Shinichi sudah tidak ada disana.
Shinichi kembali menemui Ran,” Maaf . . . tadi perlu waktu lama.”
“Ya.”
“Oya, Ran. Aku . . . kamu . . . “ ucapan Shinichi terputus.
Tiba-tiba lampu di restoran itu padam. Dan seorang pelayan mendekat, “Maaf, restoran akan tutup.”
“Ah, maaf. Kami akan segera pergi,” ucap Shinichi kemudian.
Rencana Shinichi gagal. Dan makan malam yang direncanakan juga tidak berhasil sama sekali. Shinichi menelan kekecewaan dalam, dan Ran . . . masih bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya ingin dikatakan Shinichi padanya. (hihihi . . . kasian Shinichi, rencanya gagal)
Kembali ke ruangan putih. Shinichi memasukkan password di panel sentuh itu, elevator. Dan pintu ruangan sebelah terbuka.
“Ran!”
“Tunggu! Jangan mendekat!” larang Ran.
Shinichi heran dengan sikap Ran yang berubah dingin itu. Ada apa sebenarnya dengan Ran?
Preview episode selanjutnya . . .
“Ancaman bom dan Permintaan pembunuhan”
“Konflik alibi antara ketiga orang tersangka”

SINOPSIS Detective Conan: Kudo Shinichi e no Chousenjou (Detective Conan TV series 2011) episode 9

– Detective Besar dari Barat dan Timur ditantang Misteri Pembunuhan Sempurna –
Ran dan Shinichi masih terjebak di ruangan serba putih. Kali ini mereka menemukan sebuah bola yang ternyata berisi bom. Waktu di panel berjalan, kurang dari satu menit, sementara tiga kotak putih kosong belum terisi.
“Ada beberapa kemungkinan jawaban,” keluh Shinichi.
18 September 2010
“Shinichi, kau benar-benar akan pulang? Detektif SMA sepertimu akan datang dari Osaka. Tidakkah kau ingin bertemu dengannya?” Tanya Ran sepulang sekolah bersama Shinichi.
“Bodoh!! Tidakkah hanya Sherlock Holmes (Holmes merupakan detektif favorit Shinichi, karya Sir Arthur Conan Doyle) yang merupakan detektif luar biasa? Jadi aku benar-benar . . . “ ucapan Shinichi terputus.
Di tempat lain,
“ . . . tidak tertarik,” ucap Hattori Heiji.
“Katakan lagi. Sebenarnya, kau menghawatirkannya,” tembak Toyama Kazuha, temannya.
“Tidak!” Heiji masih mengelak. “Aku bahkan tidak tahu seperti apa wajahnya. Lebih penting, dimana bus menuju SMA Teitan?”
“Meskipun begitu, selama ini sudah terkenal, Barat adalah Kudo dan Timur adalah Hattori.”
“Huh?! Kalau kau ingin mengatakannya, katakan dengan benar, Barat adalah Hattori dan Timur adalah Kudo, mengerti! Jangan salah arah! Arahnya!”Heiji membenarkan ucapan Kazuha.
“Lihat, kau mengkhawatirkannya!”
“Tidak, BODOH! Kau itu. Kenapa aku harus khawatir pada orang tidak berguna, huh?”
“Dia lebih buruk darimu di Tokyo, jadi kau lebih baik hati-hati juga,” nasehat Kazuha.
“Bodoh! Siapa yang mau meningkatkan tekanan disini, di Tokyo?”
“Lebih penting Heiji, kau tidak lupa membawa kantong keberuntunganmu, kan? Sekali kau melupakan kantong keberuntungan itu kau terluka serius saat pertandingan.”
Tapi sepertinya Heiji tidak mendengarkan apa yang dikatakan Kazuha. Dari seberang, Heiji melihat seorang ibu yang dijambret tasnya oleh seorang bersepeda. “Kazuha, bawa ini!” Heiji langsung menyusulnya.
“Hei tunggu!” teriak Heiji saat mengejar si pelaku di jalanan perumahan.
Tidak sengaja Heiji mendahului Shinichi dan Ran yang sedang dalam perjalanan pulang. “Dalam keadaan seperti ini, seorang warna Negara yang baik harus . . . “ Shinichi menjatuhkan bola yang dibawanya dan . . . menendangnya ke arah si pelaku. Dan dengan mudah ia bisa melumpuhkan si pelaku.
Sementara Heiji berhasil menangkap si pelaku, bola yang ditendang Shinichi ternyata mental ke arah rumah warga.
“Hmm . . . sebagai warna Negara yang baik, apa yang harus dilakukan?” sindir Ran.
“Bodoh! Aku tahu,” Shinichi berjalan mendekat ke arah rumah temapat bolanya tadi terdengar memecahkan sesuatu.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah itu. Shinichi penasaran, ia berusaha masuk, tapi terkunci. Shinichi memanggil si pemilik rumah, tapi tidak ada sahutan dari dalam. Heiji yang juga mendengar teriakan itu mendekat, ia mengabaikan penjahat tadi dan menyerahkannya pada Kazuha yang kemudian dibantu Ran membawa si penjahat ke pos polisi.
Ketika tidak ada sahutan dari dalam, Shinichi berniat untuk melompati pagar dan masuk. Tapi usahanya ditahan oleh Heiji.
“Bro, tunggu. Serahkan saja padaku,” ucap Heiji sambil memanjat pagar.
Usaha kedua orang ini dihentikan oleh si pemilik rumah yang tiba-tiba datang, “Um, ada yang kalian lakukan di rumahku?”
Shinichi yang kemudian diserobot Heiji menjelaskan kalau terdengar teriakan dari dalam rumah. Mereka meminta si pemilik rumah, Fujimari Yoshino untuk bergegas membukakan pintu.
“Dear, bukakan pintu. Dear!” Yoshino-san menggedor pintu rumah itu.
“Siapa saja yang ada di dalam selain suamimu?” Tanya Heiji.
“Hanya suamiku, dan asistennya Hideko-san. Mungkin mereka terluka sehingga tidak bisa menjawab . . . Hei! Dear!” Yoshino-san kembali berteriak.
“Um, apa maksud . . . “ ucapan Shinichi terputus.
“Oke! Aku akan mendobrak pintu ini,” Heiji bersiap untuk medobrak pintu itu.
Tapi sejurus kemudian tampak Fujimaru Kazuo membuka pintu untuk mereka. Yoshino-san merangsek masuk. Ia curiga ada apa-apa antara suaminya Kazuo-san dengan asistennya Nakshima Hideko.
Mereka masuk ke ruangan tempat Kazuo biasa bekerja sebagai composer lagu, dan . . . menemukan Hideko-san meninggal karena terkena kaca yang pecah dari pigura berisi gambar di atasnya.
“Bro, panggil ambulan. Bukan . . . lebih baik polisi,” ucap Heiji sementara Shinichi menenangkan Yoshino-san yang keget melihat mayat Hideko-san.
Tidak lama kemudian polisi dan tim forensic datang. Mereka memindahkan mayat Hideko-san dari ruangan itu. Seorang detektif dari kepolisian Beika, Moriya Masayoshi bertanggungjawab dalam investigasi ini. Detektif Masayoshi mulai menginterogasi Kazuo-san, sementara Shinichi dan Heiji dengan insting mereka mulai melihat sekeliling.
“Oi! You anak sekolah!” detektif Masayoshi rupanya tidak suka ada sekelompok anak sekolah yang ikut campur investigasinya.
“Ya?” kali ini Shinichi mendekat.
“Bola ini milikmu kan?” ucap detektif Masayoshi menemukan bola di lantai yang juga memecahkan kaca dinding.
“Ya.”
“Fujimaru-san, apakah bola ini yang mengenai kaca dalam bingkai itu?” selidik detektif Masayoshi.
“Ya . . . “ Kazuo-san ragu-ragu menjawabnya. “Itu dia! Aku tidak menyadarinya, karena itu tiba-tiba, tapi sepertinya itu benar demikian.”
“Dengar itu? ini kesalahanmu seseorang meninggal,” kali ini detektif Masayoshi menumpahkan kekesalannya pada Shinichi.
“Itu salah . . . “ elak Shinichi.
“Ya itu salah!” Heiji menyahut juga. “Ini bukan kesalahannya. Bola datang dari sudut ini, memecahkan kaca jendela dan kemudian memantul di speaker ini dan berhenti di lantai. Bisa dilihat kalau bola ini sudah tidak lagi memiliki energy untuk memantul dan memecahahkan kaca dia atas,” terang Heiji.
“Bagaimana kau bisa bicara seperti itu?!” detektif Masayoshi tidak terima dengan pemaparan Heiji.
“Lihatlah dengan baik. Ini tidak mungkin bola ini kembali memantul dan memecahkan kaca di atas itu. apalagi, waktu antara ketika bola memecahkan kaca jendela . . . dan ketika kaca bingkai itu pecah . . . tidak biasa.”
“Cukup, cukup! Macam apa waktu antara itu? Dan anak-anak pengganggu, siapa sebenarnya kalian?!” detektif Masayoshi semakin kesal.
“Kau tidak tahu? Aku . . . “ ucapan Shinichi kembali terpotong.
“Namaku Heiji Hattori. Di Osaka aku dikenal sebagai detektif SMA,” ucap Heiji percaya diri.
Shinichi tidak kalah kaget. Karena ternyata ia akhirnya bertemu dengan Heiji dalam keadaan seperti ini.
“Detektif? Satu hal yang paling aku benci adalah detektif! Semua yang mereka katakana padamu bagaimana mereka dan prestasi yang sudah mereka buat. (mkasudnya, detektif Cuma bisa besar mulut alias omdo-omong doing). Jadi diam saja! Serahkan ini semua pada polisi!
Kasuha kemudian mendekati detektif Masayoshi. Ia membisikkan sesuatu yang membuat ekspresi detektif Masayoshi seketika berubah, “ Dia adalah putra dari Inspektur Hattori Heizo dari kepolisian pusat prefektur Osaka.”
“Oh, aku tidak tahu,” detektif Masayoshi buru-buru merubah sikapnya. “Saya MPD dari kepolisian Beika, unit pengawas criminal . . . sersan polisi Moria Masayoshi!”
“Kau tidak perlu mengatakan siapa ayahku,” keluh Heiji kemudian pada Kazuha.
“Ah, kalau begitu. Bro, siapa namamu?” kali ini Heiji berpaling ke arah Shinichi.
“Kau detektif, dan kau tidak tahu? Dia Kudo . . . “
Belum sempat Ran menyelesaikan kalimatnya, Shinichi sudah memotongnya, “Ahh! Itu To . . . panggil saja aku Toiru . . . To seperti Toguchi (pintu), I seperti pada Italy dan ru seperti pada Nagageru (mengacu pada aliran), jadi ini tertulis sebagai Toiru,” jelas Shinichi. “Aku hanya siswa kelas dua dari SMA Teitan.”
Sementara itu Ran yang ada disebelahnya heran dengan sikap Shinichi.
“Hmmm . . . Toiru, huh? Kalau begitu serahkan semuanya padaku,” ucap Heiji kemudian.
“Silahkan,” Shinichi buru-buru mengajak Ran keluar dari ruangan itu.
“Hei Shinichi! Apa yang kau rencanakan? Apa itu Toiru?” Ran protes.
“Shh! Ini tidak biasa kan? Mungkin ini bukan kebetulan. Aku ingin melihat seperti apa kehebaran detektif dari Osaka itu.
Heiji mulai berkeliling lagi. Ia berpikir, bukan bola yang membuat pecah kaca di frame itu. “Bagaimana kaca itu bisa pecah? Itu pertanyaannya. Lagipula, ruangan ini adalah kasus ruang tertutup yang sempura . . . dimana semua akses masuk dalam keadaan terkunci. Mungkinkah seseorang merencanakannya . . . supaya kita berpikir kalau ini kecelakaan,” ucap Heiji dalam hati.
“Kazuo-san, ketika kami datang . . . kenapa kau tidak segera membukakan pintu? Bukankah kau seharusnya menjawab panggilan istrimu.”
“Ah, itu . . . aku benar-benar syok, jadi . . . “
“Tapi . . . kau masih sempat mematikan music di ruangan ini. Apa artinya itu?” tembak Shinichi.
Heiji melanjutkan, “Setelah bola milik Toiru memecahkan kaca jendela . . . kami mendengar suara music keras dari ruangan ini. Dan tidak lama sesudahnya . . . kami mendengar suara kaca pecah. Setelah teriakan Hideko-san, music berhenti. Aku penasaran siapa yang menghentikan itu. Kazuo-san, anda yang menghentikan suara music itu kan?”
“Aku bilang, karena kaget aku tidak benar-benar ingat!” elak Kazuo-san.
“Satu lagi . . . saat kau mendengarkan music dengan suara keras . . . bagaimana kau bisa menggubah lagu?”
“Dan lagi . . . ketika kau bekerja . . . bukankah itu aneh kalau asistenmu berbaring di sofa. Kazuo-san . . . sebenarnya, kau dan Hideko-san berada di sofa . . . “
“Jangan bercanda!” Kazuo-san mulai terpancing.
Heiji dan Shinichi mengalihkan pandangan ke arah Yoshino-san. Mereka meminta penjelasan Yoshino-san soal apa yang dilakukan suaminya, Fujimaru Kazuo-san selama ini.
“Kau tidak akan mengatakannya kan!” ancam Kazuo-san kemudian.
Tapi Yoshino-san memilih pergi. Ia nyaris menangis.
Yoshino-san pergi ke ruang keluarga. Ia benar-benar menumpahkan air matanya. Kazuha mengangsurkan sapu tangan padanya.
“Maaf, seharusnya aku tidak mengatakannya seperti ini,” sesal Yoshino-san.
Yoshino-san lalu menceritakan semuanya. Suatu kali, ia pulang ke rumah. Saat itu pintu depan tidak terkunci, ia berpikir kalau suaminya Kazuo-san pasti lupa mengunci pintu. Yoshino-san lalu masuk, dan . . . ia menemukan suaminya tengah berselingkuh dengan Hideko-san asistennya ketika ia pergi. Yoshino-san syok dengan perselingkuhan suaminya itu.
Saat yang lain, Yoshino-san menemui Hideko-san. Ia meminta Hideko-san untuk menghentikan perselingkuhannya dengan Kazuo-san. Tapi Hideko-san tidak peduli dengan kata-kata Yoshino-san. Hideko-san menganggap kalau Yoshino-san sudah tidak berguna lagi.
Sepanjang interogasi, Ran memandang ke arah Heiji. Ia kagum pada kemampuan Heiji yang ternyata tidak kalah dengan Shinichi. Shinichi tampak cemburu.
“Hei kau, Toiru memanggilmu Ran kan? Ikut aku,” Kazuha mengajak Ran keluar ruangan.“Aku mengatakannya secara khusus, kalau kau ingin menarik perhatian Heiji, aku tidak akan membiarkannya.”
“Huh?” Ran kaget dengan ucapan Kazuha.
“Sejak lama, hubunganku dengan Heiji seperti ikatan rantai—chain of iron—. Jadi kalau ada seseorang yang muncul diantara kami, dan mencoba menghancurkan ikatan itu  . . . “
“Tidak mungkin. Aku tidak akan melakukan suatu hal seperti itu, percayalah padaku.”
“Lalu apa itu?”
“Kau bisa bilang kalau keadaan tentangnya mirip dengan seseorang, aku pikir . . .”
“Apa itu? apa kau bilang kau menyukai seorang seperti aku dengan Heiji?” tembak Kazuha.
“Tidak, itu tidak seperti suka atau apapun . . . “ elak Ran. “Dia seperti huge loves-mysteres nut—penggila misteri cinta—.”
“Huh? huge loves-mysteres nut?” Kazuha heran dengan cara Ran menyebutnya.
Kazuha lalu menunjukkan sebuah lucky charm berisi rantai dari besi. Kazuha menceritakan kalau ia memasukkan potongan rantai itu dalam lucky charm-nya.
“Apakah kalian berkencan?” kali ini Ran yang mengoda Kazuha.
“Ah tidak, tidak! Aku lebih seperti saudara perempuan bagi Heiji. Lebih penting, bagaimana denganmu, Ran-chan? Apa kau dan huge loves-mysteres nut itu berkencan?”
“Itu, tidak jelas juga kalau kau menyebut hubungan kami seperti itu . . . kami tidak punya ikatan kuat seperti kau dan dia (Heiji).”
Tiba-tiba Shinichi sudah ada di belakang mereka berdua. “Oi, apa yang kalian lakukan? Siapa si huge loves-mysteres nut itu?” selidik Shinichi.
“Aku tidak tahu!” elak Ran, sementara Kazuha buru-buru menyingkir memberikan mereka berdua kesempatan. “Apa kau menemukan sesuatu? Hattori-kun mungkin sudah menyelesaikan kasus ini lebih dulu, kau tahu.”
“Tidak masalah. Tidak peduli siapapun detektifnya . . . hanya ada satu kebenaran,” Shinichi lalu beranjak pergi, kembali masuk ke dalam rumah.
“Geez! Kau itu si huge loves-mysteres nut!” keluh Ran kesal.
Sementara itu, Heiji masih melanjutkan penyedilikan di dalam. Ia menginterigasi Kazuo-san bersama detektif Masayoshi. Kazuo-san masih saja terus mengelak kalau ia tidak tahu apa-apa. Tapi Heiji curiga. Ia kembali mengingat lagi keadaan mayat Hedeko-san tadi.
“Detektif, aku ingin mengecek sesuatu di bagian forensic,” Heiji meminta izin detektif Masayoshi yang langsung diiyakan saja olehnya.
Shinichi pun tidak tinggal dia. Dia masih bersama Yoshino-san di ruang keluarga. Shinichi melihat sekeliling. Ia menyadari sesuatu. Shinichi lalu menghubungi detektif Sato untuk minta bantuan.
“Maaf merepotkan,” ucap Shinichi.
Sepertinya Shinichi dan Heiji sudah punya jawaban dari kasus ini. Tidak lama sesudahnya detektif Sato pun datang. Ia datang bersamaan dengan membawa frame yang lain, yang ternyata merupakan pasangan dari frame yang pecah di ruangan kerja Kazuo-san itu.
“Saat aku melihat foto di ruangan ini, aku tahu ada hal yang aneh. Lihat, kalimat disini tampak janggal. Dan aku pikir, itu pasti bagian dari kelimat dalam bahasa Inggris yang lengkap. Dan ada penggantung yang sangat cocok untuk memasang keduanya di ruang tamu. Dan lagi, ada nota dari toko yang membuat bingkai itu. Karena itulah, aku menghubungi detektif Sato,” papar Shinichi.
“Kudo... er, Toiru-kun... ah, setelah mendengar dari Toiru-kun . . . aku menghubungi toko itu dan meminta penggantian kaca,” detektif Sato menambahkan.
“Dengan ini, misteri kasus ini terselesaikan. Kalau begitu, ayo lakukan. Semuanya, perhatikan baik-baik.”
Tanpa persetujuan sebelumnya, Heiji dan Shinichi berada di posisi masing-masing. Heiji memastikan speaker yang ada di ruangan sebelah belakang ruang utama sementara Shinichi berada di depan peralatan rekaman. Mulanya, tidak ada yang terjadi. Heiji dan Shinichi sempat bingung, tapi keduanya lalu menyadari sesuatu.
Shinichi mematikan musiknya. Ia lalu hanya menaikkan tombol dengan frekuensi tertinggi. Kaca mulai bergetar. Dan saat Shinichi menaikkan tombol itu pada posisi maksimum . . . prang! Kaca itu pecah.
“Kenapa? Kau tidak melakukan apapun?” Semua orang kebingungan.
“Frekuensi alami . . . itu trik yang digunakan untuk membuat kaca tadi pecah,” jawab Shinichi.
“Maksudmu, resonansi?” kali ini detektif Sato yang angkat bicara.
“Benar. Semua benda memiliki frekuensi alami. Music yang diputar di ruangan ini . . . dirancang dengan frekuensi dimana hanya kaca dalam bingkai itu yang akan pecah karena bergetar.”
“Dan lagi, trik lain adalah speaker di belakang foto itu . . . ini dirancang untuk membuat suara tadi,” lanjut Heiji.
“Suara? Kita tidak mendengar suara apapun, iya kan?” elak Ran.
“Sesuatu yang berfrekuensi di atas 20.000 herts tidak dapat didengar oleh kebanyakan orang. Tapi meski begitu, anjing bisa mendengarnya,” Shinichi lalu menaikkan kembali tombol dengan frekuensi tinggi itu, dan . . . anjing yang ada di depan rumah Kazuo-san menyalak nyaring. “Bagi anjing, suara tadi adalah suara bising yang sangat mengganggu.”
“Kaca di bingkai itu seperti ayunan di taman. Ketika ditambahkan gaya padanya yang searah dengan gerakannya  . . . maka ia akan mengayun semakin cepat. Dengan kata lain . . . kaca menjadi tidak bisa lagi menahan frekuensi khusus dari getaran itu . . . dan akhirnya pecah,” sambung Heiji. “Pelaku menggunakan senjata tidak tampak, untuk membunuh Hideko-san. Dan senjata tidak tampak itu adalah . . . resonansi.”
Kazuo-san mengelak kalau ia menggunakan frekuensi itu. Selama ini ia bekerja, tidak ada satupun kaca yang pecah. 
“Tentu saja. Ada seseorang yang mengetahui kalau kau selalu memasang music keras untuk menutupi perselingkuhanmu . . . dan mengganti CD dengan frekuensi khusus di dalamnya. Benar Toiru?” Tanya Heiji.
“Ya.”
“Pelakunya adalah . . . kau . . . Fujimaru Yoshino-san,” ucap keduanya bersamaan.
“Ketika kita masuk ruangan ini . . . kau berpura-pura kaget dan menjauh dari sofa . . . jadi kau bisa menurunkan tombol speaker itu. Detektif, cek CD di deck, pasti ada sidik jari si pelaku disana.”
“Yoshino... kenapa?” Kazuo-san tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan istrinya itu.
Yoshino-san kemudian berlari, ia menuju ruang tamu. Ternyata Yoshino-san mengambil sebuah pisau dan mencoba membunuh Kazuo-san.
“Lebih baik kau tidak mengulangi kejahatanmu lagi,” sergah Heiji.
Yoshino-san lalu menceritakan semuanya. Awalnya ia adalah asisten Kazuo-san sebelum akhirnya mereka menikah. Selama ini dialah yang selalu memberikan ide saat Kazuo-san menggubah lagu. Tapi rupanya Kazuo-san tidak pernah menganggap keberadaan Yoshino-san. Yoshino-san tetap bersabar, meski tidak dianggap. Tapi semua berubah ketika kemudian Yoshino-san tahu kalau suaminya, Kazuo-san berselingkuh dengan asistennya, Hideko-san.
“Ikatan yang aku percaya ada antara kita berdua . . . ternyata hanya aku yang mempercayainya,” ucap Yoshino-san dengan marah.
“Jika bola itu tidak memecahkan jendela . . . Kazuo-san mungkin masih ada di sofa. Yoshino-san, mungkinkah kau mencoba . . . “ ucapan Shinichi terputus.
“Aku berencana untuk membunuh keduanya. Meski mereka tidak meninggal ketika kaca pecah . . . paling tidak mereka terluka parah,” sambung Yoshino-san.
“Apakah perbaikan bingkai yang satunya adalah percobaan, untuk memastikan frekuensi alami dari kaca itu? Kau sudah merencanakan segala sesuatunya.”
“Karena aku akan membeberkan semua pada polisi. Kita berdua memiliki ikatan! “ ucap Yoshino-san dengan geram.
“Wanita terkutuk! Ikatan apa?!” kali in Kazuo-san yang akan balas menyerang Yoshino-san.
Tapi usahanya berhasil digagalkan oleh Ran dan Kasuha, tentu dengan silatnya. “Jangan main-main dengan ikatan . . . karena itu tidak terjadi dengan mudah!” ucap Ran dan Kazuha bersamaan.
“Kalian juga lebih baik hati-hati, kan?” komentar detektif Sato kemudian sambil memandang ke arah Shinichi dan Heiji.
Kasus terungkap. Polisi lalu membawa pelaku untuk diadili. Ran, Shinichi, Kazuha dan Heiji pulang bersama.
“Ngomong-ngomong Toiru. Sejak kapan kau mencurigai istrinya?” Tanya Heiji.
“Sejak saat dia pulang ke rumah . . . dia mengatakan hal yang mencurigakan. Dear! Mungkin mereka terluka parah sehingga tidak bisa menjawab . . . itu pasti karena ia tahu sesuatu terjadi pada mereka berdua.”
“Ah, tidakkah Tokyo semakin bersinar? Pertama Kudo-siapalah namanya dan sekarang kau . . . “ puji Heiji kemudian.
“Ah . . . hal itu. sebenarnya . . . “ ucapan Shinichi terpotong lagi.
Rupanya Heiji yang memang datang ke Tokyo dalam rangka pertandingan menyadari pertandingannya sefera dimulai. Ia lalu mengajak Kazuha untuk buru-buru perdi.
Ran dan Shinichi memandangi kepergian Heiji dan Kazuha.
“Ahh! Karena kau kalah cepat, kau tidak jadi mengatakan hal yang sebenarnya padanya,” keluh Ran.
“Aku penasaran dengan dia. Akankah detektif besar dari Osaka bersinar juga,” komentar Shinichi kalem.
Sementara itu, Heiji dan Kazuha juga masih melanjutkan obrolan mereka.
“Eh, Heiji, mungkinkah Toiru itu . . . “
“Jangan mengatakan hal yang tidak berguna. Tidak apa-apa kan? Aku akan melihatnya lagi di pertemuan selanjutnya. Kita lihat, apa dia masih akan tetap menggunakan nama bodoh Toiru itu,” sergah Heiji. (hahaha . . . detektif ditipu, rupanya Heiji tahu siapa Toiru sebenarnya)
Kembali ke ruangan serba putih. Waktu yang tersisa semakin tipis. Shinichi masih kebingungan kata kunci mana yang akan dia gunakan.
“Aku tahu!” Ran lalu mengetikkan sebuah kata di panel sentuh itu, BOND—ikatan— dan, berhasil.
“Ran, terimakasih,” ucap Shinichi setelah memastikan kalau bom dalam bola itu sudah mati.
Pintu terbuka.
“Aku khawatir dengan ikatan antara kita . . .” Ran memandangi borgol yang mengikat tangannya dan tangan Shinichi itu.
“Ah, ayo cepat . . .” Shinichi speechless sendiri.
Saat melewati pintu itu, tiba-tiba borgol di tangan Ran terlepas. Ran dan Shinichi terjebak di ruangan berbeda.
“Ran!”
“Shinichi!”
Preview episode selanjutnya . . .
"Kasus pembunuhan saat chat berlangsung!"
“Mayat yang berpindah?!”