– Detective
Besar dari Barat dan Timur ditantang Misteri Pembunuhan Sempurna –
Ran dan Shinichi
masih terjebak di ruangan serba putih. Kali ini mereka menemukan sebuah bola
yang ternyata berisi bom. Waktu di panel berjalan, kurang dari satu menit,
sementara tiga kotak putih kosong belum terisi.
“Ada beberapa
kemungkinan jawaban,” keluh Shinichi.
18 September
2010
“Shinichi, kau
benar-benar akan pulang? Detektif SMA sepertimu akan datang dari Osaka.
Tidakkah kau ingin bertemu dengannya?” Tanya Ran sepulang sekolah bersama
Shinichi.
“Bodoh!!
Tidakkah hanya Sherlock Holmes (Holmes
merupakan detektif favorit Shinichi, karya Sir Arthur Conan Doyle) yang merupakan
detektif luar biasa? Jadi aku benar-benar . . . “ ucapan Shinichi terputus.
Di tempat lain,
“ . . . tidak
tertarik,” ucap Hattori Heiji.
“Katakan lagi.
Sebenarnya, kau menghawatirkannya,” tembak Toyama Kazuha, temannya.
“Tidak!” Heiji
masih mengelak. “Aku bahkan tidak tahu seperti apa wajahnya. Lebih penting,
dimana bus menuju SMA Teitan?”
“Meskipun
begitu, selama ini sudah terkenal, Barat
adalah Kudo dan Timur adalah Hattori.”
“Huh?! Kalau kau
ingin mengatakannya, katakan dengan benar, Barat
adalah Hattori dan Timur adalah Kudo, mengerti! Jangan salah arah!
Arahnya!”Heiji membenarkan ucapan Kazuha.
“Lihat, kau
mengkhawatirkannya!”
“Tidak, BODOH!
Kau itu. Kenapa aku harus khawatir pada orang tidak berguna, huh?”
“Dia lebih buruk
darimu di Tokyo, jadi kau lebih baik hati-hati juga,” nasehat Kazuha.
“Bodoh! Siapa
yang mau meningkatkan tekanan disini, di Tokyo?”
“Lebih penting
Heiji, kau tidak lupa membawa kantong keberuntunganmu, kan? Sekali kau
melupakan kantong keberuntungan itu kau terluka serius saat pertandingan.”
Tapi sepertinya
Heiji tidak mendengarkan apa yang dikatakan Kazuha. Dari seberang, Heiji
melihat seorang ibu yang dijambret tasnya oleh seorang bersepeda. “Kazuha, bawa
ini!” Heiji langsung menyusulnya.
“Hei tunggu!”
teriak Heiji saat mengejar si pelaku di jalanan perumahan.
Tidak sengaja
Heiji mendahului Shinichi dan Ran yang sedang dalam perjalanan pulang. “Dalam
keadaan seperti ini, seorang warna Negara yang baik harus . . . “ Shinichi
menjatuhkan bola yang dibawanya dan . . . menendangnya ke arah si pelaku. Dan
dengan mudah ia bisa melumpuhkan si pelaku.
Sementara Heiji
berhasil menangkap si pelaku, bola yang ditendang Shinichi ternyata mental ke
arah rumah warga.
“Hmm . . .
sebagai warna Negara yang baik, apa yang harus dilakukan?” sindir Ran.
“Bodoh! Aku
tahu,” Shinichi berjalan mendekat ke arah rumah temapat bolanya tadi terdengar
memecahkan sesuatu.
Tiba-tiba
terdengar suara teriakan dari dalam rumah itu. Shinichi penasaran, ia berusaha
masuk, tapi terkunci. Shinichi memanggil si pemilik rumah, tapi tidak ada
sahutan dari dalam. Heiji yang juga mendengar teriakan itu mendekat, ia
mengabaikan penjahat tadi dan menyerahkannya pada Kazuha yang kemudian dibantu
Ran membawa si penjahat ke pos polisi.
Ketika tidak ada
sahutan dari dalam, Shinichi berniat untuk melompati pagar dan masuk. Tapi
usahanya ditahan oleh Heiji.
“Bro, tunggu.
Serahkan saja padaku,” ucap Heiji sambil memanjat pagar.
Usaha kedua
orang ini dihentikan oleh si pemilik rumah yang tiba-tiba datang, “Um, ada yang
kalian lakukan di rumahku?”
Shinichi yang
kemudian diserobot Heiji menjelaskan kalau terdengar teriakan dari dalam rumah.
Mereka meminta si pemilik rumah, Fujimari Yoshino untuk bergegas membukakan
pintu.
“Dear, bukakan
pintu. Dear!” Yoshino-san menggedor pintu rumah itu.
“Siapa saja yang
ada di dalam selain suamimu?” Tanya Heiji.
“Hanya suamiku,
dan asistennya Hideko-san. Mungkin mereka terluka sehingga tidak bisa menjawab
. . . Hei! Dear!” Yoshino-san kembali berteriak.
“Um, apa maksud
. . . “ ucapan Shinichi terputus.
“Oke! Aku akan
mendobrak pintu ini,” Heiji bersiap untuk medobrak pintu itu.
Tapi sejurus
kemudian tampak Fujimaru Kazuo membuka pintu untuk mereka. Yoshino-san
merangsek masuk. Ia curiga ada apa-apa antara suaminya Kazuo-san dengan
asistennya Nakshima Hideko.
Mereka masuk ke
ruangan tempat Kazuo biasa bekerja sebagai composer lagu, dan . . . menemukan
Hideko-san meninggal karena terkena kaca yang pecah dari pigura berisi gambar
di atasnya.
“Bro, panggil
ambulan. Bukan . . . lebih baik polisi,” ucap Heiji sementara Shinichi
menenangkan Yoshino-san yang keget melihat mayat Hideko-san.
Tidak lama
kemudian polisi dan tim forensic datang. Mereka memindahkan mayat Hideko-san
dari ruangan itu. Seorang detektif dari kepolisian Beika, Moriya Masayoshi
bertanggungjawab dalam investigasi ini. Detektif Masayoshi mulai menginterogasi
Kazuo-san, sementara Shinichi dan Heiji dengan insting mereka mulai melihat
sekeliling.
“Oi! You anak
sekolah!” detektif Masayoshi rupanya tidak suka ada sekelompok anak sekolah
yang ikut campur investigasinya.
“Ya?” kali ini
Shinichi mendekat.
“Bola ini
milikmu kan?” ucap detektif Masayoshi menemukan bola di lantai yang juga
memecahkan kaca dinding.
“Ya.”
“Fujimaru-san, apakah
bola ini yang mengenai kaca dalam bingkai itu?” selidik detektif Masayoshi.
“Ya . . . “
Kazuo-san ragu-ragu menjawabnya. “Itu dia! Aku tidak menyadarinya, karena itu
tiba-tiba, tapi sepertinya itu benar demikian.”
“Dengar itu? ini
kesalahanmu seseorang meninggal,” kali ini detektif Masayoshi menumpahkan
kekesalannya pada Shinichi.
“Itu salah . . .
“ elak Shinichi.
“Ya itu salah!”
Heiji menyahut juga. “Ini bukan kesalahannya. Bola datang dari sudut ini,
memecahkan kaca jendela dan kemudian memantul di speaker ini dan berhenti di
lantai. Bisa dilihat kalau bola ini sudah tidak lagi memiliki energy untuk
memantul dan memecahahkan kaca dia atas,” terang Heiji.
“Bagaimana kau
bisa bicara seperti itu?!” detektif Masayoshi tidak terima dengan pemaparan
Heiji.
“Lihatlah dengan
baik. Ini tidak mungkin bola ini kembali memantul dan memecahkan kaca di atas
itu. apalagi, waktu antara ketika bola memecahkan kaca jendela . . . dan ketika
kaca bingkai itu pecah . . . tidak biasa.”
“Cukup, cukup!
Macam apa waktu antara itu? Dan
anak-anak pengganggu, siapa sebenarnya kalian?!” detektif Masayoshi semakin
kesal.
“Kau tidak tahu?
Aku . . . “ ucapan Shinichi kembali terpotong.
“Namaku Heiji
Hattori. Di Osaka aku dikenal sebagai detektif SMA,” ucap Heiji percaya diri.
Shinichi tidak
kalah kaget. Karena ternyata ia akhirnya bertemu dengan Heiji dalam keadaan
seperti ini.
“Detektif? Satu
hal yang paling aku benci adalah detektif! Semua yang mereka katakana padamu
bagaimana mereka dan prestasi yang sudah mereka buat. (mkasudnya, detektif Cuma bisa besar mulut alias omdo-omong doing).
Jadi diam saja! Serahkan ini semua pada polisi!
Kasuha kemudian
mendekati detektif Masayoshi. Ia membisikkan sesuatu yang membuat ekspresi
detektif Masayoshi seketika berubah, “ Dia adalah putra dari Inspektur Hattori Heizo
dari kepolisian pusat prefektur Osaka.”
“Oh, aku tidak
tahu,” detektif Masayoshi buru-buru merubah sikapnya. “Saya MPD dari kepolisian
Beika, unit pengawas criminal . . . sersan polisi Moria Masayoshi!”
“Kau tidak perlu
mengatakan siapa ayahku,” keluh Heiji kemudian pada Kazuha.
“Ah, kalau
begitu. Bro, siapa namamu?” kali ini Heiji berpaling ke arah Shinichi.
“Kau detektif,
dan kau tidak tahu? Dia Kudo . . . “
Belum sempat Ran
menyelesaikan kalimatnya, Shinichi sudah memotongnya, “Ahh! Itu To . . .
panggil saja aku Toiru . . . To
seperti Toguchi (pintu), I seperti pada Italy dan ru seperti
pada Nagageru (mengacu pada aliran),
jadi ini tertulis sebagai Toiru,”
jelas Shinichi. “Aku hanya siswa kelas dua dari SMA Teitan.”
Sementara itu
Ran yang ada disebelahnya heran dengan sikap Shinichi.
“Hmmm . . .
Toiru, huh? Kalau begitu serahkan semuanya padaku,” ucap Heiji kemudian.
“Silahkan,”
Shinichi buru-buru mengajak Ran keluar dari ruangan itu.
“Hei Shinichi!
Apa yang kau rencanakan? Apa itu Toiru?”
Ran protes.
“Shh! Ini tidak
biasa kan? Mungkin ini bukan kebetulan. Aku ingin melihat seperti apa kehebaran
detektif dari Osaka itu.
Heiji mulai
berkeliling lagi. Ia berpikir, bukan bola yang membuat pecah kaca di frame itu.
“Bagaimana kaca itu bisa pecah? Itu pertanyaannya. Lagipula, ruangan ini adalah
kasus ruang tertutup yang sempura . . . dimana semua akses masuk dalam keadaan
terkunci. Mungkinkah seseorang merencanakannya . . . supaya kita berpikir kalau
ini kecelakaan,” ucap Heiji dalam hati.
“Kazuo-san,
ketika kami datang . . . kenapa kau tidak segera membukakan pintu? Bukankah kau
seharusnya menjawab panggilan istrimu.”
“Ah, itu . . .
aku benar-benar syok, jadi . . . “
“Tapi . . . kau
masih sempat mematikan music di ruangan ini. Apa artinya itu?” tembak Shinichi.
Heiji
melanjutkan, “Setelah bola milik Toiru memecahkan kaca jendela . . . kami
mendengar suara music keras dari ruangan ini. Dan tidak lama sesudahnya . . .
kami mendengar suara kaca pecah. Setelah teriakan Hideko-san, music berhenti.
Aku penasaran siapa yang menghentikan itu. Kazuo-san, anda yang menghentikan
suara music itu kan?”
“Aku bilang,
karena kaget aku tidak benar-benar ingat!” elak Kazuo-san.
“Satu lagi . . .
saat kau mendengarkan music dengan suara keras . . . bagaimana kau bisa
menggubah lagu?”
“Dan lagi . . .
ketika kau bekerja . . . bukankah itu aneh kalau asistenmu berbaring di sofa.
Kazuo-san . . . sebenarnya, kau dan Hideko-san berada di sofa . . . “
“Jangan
bercanda!” Kazuo-san mulai terpancing.
Heiji dan
Shinichi mengalihkan pandangan ke arah Yoshino-san. Mereka meminta penjelasan
Yoshino-san soal apa yang dilakukan suaminya, Fujimaru Kazuo-san selama ini.
“Kau tidak akan
mengatakannya kan!” ancam Kazuo-san kemudian.
Tapi Yoshino-san
memilih pergi. Ia nyaris menangis.
Yoshino-san
pergi ke ruang keluarga. Ia benar-benar menumpahkan air matanya. Kazuha
mengangsurkan sapu tangan padanya.
“Maaf,
seharusnya aku tidak mengatakannya seperti ini,” sesal Yoshino-san.
Yoshino-san lalu
menceritakan semuanya. Suatu kali, ia pulang ke rumah. Saat itu pintu depan
tidak terkunci, ia berpikir kalau suaminya Kazuo-san pasti lupa mengunci pintu.
Yoshino-san lalu masuk, dan . . . ia menemukan suaminya tengah berselingkuh
dengan Hideko-san asistennya ketika ia pergi. Yoshino-san syok dengan
perselingkuhan suaminya itu.
Saat yang lain,
Yoshino-san menemui Hideko-san. Ia meminta Hideko-san untuk menghentikan
perselingkuhannya dengan Kazuo-san. Tapi Hideko-san tidak peduli dengan
kata-kata Yoshino-san. Hideko-san menganggap kalau Yoshino-san sudah tidak
berguna lagi.
Sepanjang
interogasi, Ran memandang ke arah Heiji. Ia kagum pada kemampuan Heiji yang
ternyata tidak kalah dengan Shinichi. Shinichi tampak cemburu.
“Hei kau, Toiru
memanggilmu Ran kan? Ikut aku,” Kazuha mengajak Ran keluar ruangan.“Aku
mengatakannya secara khusus, kalau kau ingin menarik perhatian Heiji, aku tidak
akan membiarkannya.”
“Huh?” Ran kaget
dengan ucapan Kazuha.
“Sejak lama,
hubunganku dengan Heiji seperti ikatan rantai—chain of iron—. Jadi kalau ada seseorang yang muncul diantara kami,
dan mencoba menghancurkan ikatan itu . .
. “
“Tidak mungkin.
Aku tidak akan melakukan suatu hal seperti itu, percayalah padaku.”
“Lalu apa itu?”
“Kau bisa bilang
kalau keadaan tentangnya mirip dengan seseorang, aku pikir . . .”
“Apa itu? apa
kau bilang kau menyukai seorang seperti aku dengan Heiji?” tembak Kazuha.
“Tidak, itu
tidak seperti suka atau apapun . . .
“ elak Ran. “Dia seperti huge
loves-mysteres nut—penggila misteri cinta—.”
“Huh? huge loves-mysteres nut?” Kazuha heran
dengan cara Ran menyebutnya.
Kazuha lalu
menunjukkan sebuah lucky charm berisi
rantai dari besi. Kazuha menceritakan kalau ia memasukkan potongan rantai itu
dalam lucky charm-nya.
“Apakah kalian
berkencan?” kali ini Ran yang mengoda Kazuha.
“Ah tidak,
tidak! Aku lebih seperti saudara perempuan bagi Heiji. Lebih penting, bagaimana
denganmu, Ran-chan? Apa kau dan huge
loves-mysteres nut itu berkencan?”
“Itu, tidak
jelas juga kalau kau menyebut hubungan kami seperti itu . . . kami tidak punya
ikatan kuat seperti kau dan dia (Heiji).”
Tiba-tiba
Shinichi sudah ada di belakang mereka berdua. “Oi, apa yang kalian lakukan?
Siapa si huge loves-mysteres nut
itu?” selidik Shinichi.
“Aku tidak tahu!”
elak Ran, sementara Kazuha buru-buru menyingkir memberikan mereka berdua
kesempatan. “Apa kau menemukan sesuatu? Hattori-kun mungkin sudah menyelesaikan
kasus ini lebih dulu, kau tahu.”
“Tidak masalah.
Tidak peduli siapapun detektifnya . . . hanya ada satu kebenaran,” Shinichi
lalu beranjak pergi, kembali masuk ke dalam rumah.
“Geez! Kau itu
si huge loves-mysteres nut!” keluh
Ran kesal.
Sementara itu,
Heiji masih melanjutkan penyedilikan di dalam. Ia menginterigasi Kazuo-san
bersama detektif Masayoshi. Kazuo-san masih saja terus mengelak kalau ia tidak
tahu apa-apa. Tapi Heiji curiga. Ia kembali mengingat lagi keadaan mayat
Hedeko-san tadi.
“Detektif, aku
ingin mengecek sesuatu di bagian forensic,” Heiji meminta izin detektif
Masayoshi yang langsung diiyakan saja olehnya.
Shinichi pun
tidak tinggal dia. Dia masih bersama Yoshino-san di ruang keluarga. Shinichi
melihat sekeliling. Ia menyadari sesuatu. Shinichi lalu menghubungi detektif
Sato untuk minta bantuan.
“Maaf
merepotkan,” ucap Shinichi.
Sepertinya
Shinichi dan Heiji sudah punya jawaban dari kasus ini. Tidak lama sesudahnya
detektif Sato pun datang. Ia datang bersamaan dengan membawa frame yang lain,
yang ternyata merupakan pasangan dari frame yang pecah di ruangan kerja
Kazuo-san itu.
“Saat aku
melihat foto di ruangan ini, aku tahu ada hal yang aneh. Lihat, kalimat disini
tampak janggal. Dan aku pikir, itu pasti bagian dari kelimat dalam bahasa
Inggris yang lengkap. Dan ada penggantung yang sangat cocok untuk memasang
keduanya di ruang tamu. Dan lagi, ada nota dari toko yang membuat bingkai itu.
Karena itulah, aku menghubungi detektif Sato,” papar Shinichi.
“Kudo... er,
Toiru-kun... ah, setelah mendengar dari Toiru-kun . . . aku menghubungi toko
itu dan meminta penggantian kaca,” detektif Sato menambahkan.
“Dengan ini,
misteri kasus ini terselesaikan. Kalau begitu, ayo lakukan. Semuanya,
perhatikan baik-baik.”
Tanpa
persetujuan sebelumnya, Heiji dan Shinichi berada di posisi masing-masing.
Heiji memastikan speaker yang ada di ruangan sebelah belakang ruang utama
sementara Shinichi berada di depan peralatan rekaman. Mulanya, tidak ada yang
terjadi. Heiji dan Shinichi sempat bingung, tapi keduanya lalu menyadari
sesuatu.
Shinichi
mematikan musiknya. Ia lalu hanya menaikkan tombol dengan frekuensi tertinggi.
Kaca mulai bergetar. Dan saat Shinichi menaikkan tombol itu pada posisi
maksimum . . . prang! Kaca itu
pecah.
“Kenapa? Kau
tidak melakukan apapun?” Semua orang kebingungan.
“Frekuensi alami
. . . itu trik yang digunakan untuk membuat kaca tadi pecah,” jawab Shinichi.
“Maksudmu,
resonansi?” kali ini detektif Sato yang angkat bicara.
“Benar. Semua
benda memiliki frekuensi alami. Music yang diputar di ruangan ini . . .
dirancang dengan frekuensi dimana hanya kaca dalam bingkai itu yang akan pecah
karena bergetar.”
“Dan lagi, trik
lain adalah speaker di belakang foto itu . . . ini dirancang untuk membuat
suara tadi,” lanjut Heiji.
“Suara? Kita
tidak mendengar suara apapun, iya kan?” elak Ran.
“Sesuatu yang
berfrekuensi di atas 20.000 herts tidak dapat didengar oleh kebanyakan orang.
Tapi meski begitu, anjing bisa mendengarnya,” Shinichi lalu menaikkan kembali
tombol dengan frekuensi tinggi itu, dan . . . anjing yang ada di depan rumah
Kazuo-san menyalak nyaring. “Bagi anjing, suara tadi adalah suara bising yang
sangat mengganggu.”
“Kaca di bingkai
itu seperti ayunan di taman. Ketika ditambahkan gaya padanya yang searah dengan
gerakannya . . . maka ia akan mengayun
semakin cepat. Dengan kata lain . . . kaca menjadi tidak bisa lagi menahan
frekuensi khusus dari getaran itu . . . dan akhirnya pecah,” sambung Heiji.
“Pelaku menggunakan senjata tidak tampak, untuk membunuh Hideko-san. Dan
senjata tidak tampak itu adalah . . . resonansi.”
Kazuo-san
mengelak kalau ia menggunakan frekuensi itu. Selama ini ia bekerja, tidak ada
satupun kaca yang pecah.
“Tentu saja. Ada
seseorang yang mengetahui kalau kau selalu memasang music keras untuk menutupi
perselingkuhanmu . . . dan mengganti CD dengan frekuensi khusus di dalamnya.
Benar Toiru?” Tanya Heiji.
“Ya.”
“Pelakunya
adalah . . . kau . . . Fujimaru Yoshino-san,” ucap keduanya bersamaan.
“Ketika kita
masuk ruangan ini . . . kau berpura-pura kaget dan menjauh dari sofa . . . jadi
kau bisa menurunkan tombol speaker itu. Detektif, cek CD di deck, pasti ada
sidik jari si pelaku disana.”
“Yoshino...
kenapa?” Kazuo-san tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan istrinya itu.
Yoshino-san
kemudian berlari, ia menuju ruang tamu. Ternyata Yoshino-san mengambil sebuah
pisau dan mencoba membunuh Kazuo-san.
“Lebih baik kau
tidak mengulangi kejahatanmu lagi,” sergah Heiji.
Yoshino-san lalu
menceritakan semuanya. Awalnya ia adalah asisten Kazuo-san sebelum akhirnya
mereka menikah. Selama ini dialah yang selalu memberikan ide saat Kazuo-san
menggubah lagu. Tapi rupanya Kazuo-san tidak pernah menganggap keberadaan
Yoshino-san. Yoshino-san tetap bersabar, meski tidak dianggap. Tapi semua
berubah ketika kemudian Yoshino-san tahu kalau suaminya, Kazuo-san berselingkuh
dengan asistennya, Hideko-san.
“Ikatan yang aku
percaya ada antara kita berdua . . . ternyata hanya aku yang mempercayainya,”
ucap Yoshino-san dengan marah.
“Jika bola itu
tidak memecahkan jendela . . . Kazuo-san mungkin masih ada di sofa.
Yoshino-san, mungkinkah kau mencoba . . . “ ucapan Shinichi terputus.
“Aku berencana untuk
membunuh keduanya. Meski mereka tidak meninggal ketika kaca pecah . . . paling
tidak mereka terluka parah,” sambung Yoshino-san.
“Apakah
perbaikan bingkai yang satunya adalah percobaan, untuk memastikan frekuensi
alami dari kaca itu? Kau sudah merencanakan segala sesuatunya.”
“Karena aku akan
membeberkan semua pada polisi. Kita berdua memiliki ikatan! “ ucap Yoshino-san
dengan geram.
“Wanita
terkutuk! Ikatan apa?!” kali in Kazuo-san yang akan balas menyerang
Yoshino-san.
Tapi usahanya
berhasil digagalkan oleh Ran dan Kasuha, tentu dengan silatnya. “Jangan
main-main dengan ikatan . . . karena itu tidak terjadi dengan mudah!” ucap Ran
dan Kazuha bersamaan.
“Kalian juga
lebih baik hati-hati, kan?” komentar detektif Sato kemudian sambil memandang ke
arah Shinichi dan Heiji.
Kasus terungkap.
Polisi lalu membawa pelaku untuk diadili. Ran, Shinichi, Kazuha dan Heiji
pulang bersama.
“Ngomong-ngomong
Toiru. Sejak kapan kau mencurigai istrinya?” Tanya Heiji.
“Sejak saat dia
pulang ke rumah . . . dia mengatakan hal yang mencurigakan. Dear! Mungkin mereka terluka parah sehingga
tidak bisa menjawab . . . itu pasti karena ia tahu sesuatu terjadi pada
mereka berdua.”
“Ah, tidakkah
Tokyo semakin bersinar? Pertama Kudo-siapalah namanya dan sekarang kau . . . “
puji Heiji kemudian.
“Ah . . . hal
itu. sebenarnya . . . “ ucapan Shinichi terpotong lagi.
Rupanya Heiji
yang memang datang ke Tokyo dalam rangka pertandingan menyadari pertandingannya
sefera dimulai. Ia lalu mengajak Kazuha untuk buru-buru perdi.
Ran dan Shinichi
memandangi kepergian Heiji dan Kazuha.
“Ahh! Karena kau
kalah cepat, kau tidak jadi mengatakan hal yang sebenarnya padanya,” keluh Ran.
“Aku penasaran
dengan dia. Akankah detektif besar dari Osaka bersinar juga,” komentar Shinichi
kalem.
Sementara itu,
Heiji dan Kazuha juga masih melanjutkan obrolan mereka.
“Eh, Heiji,
mungkinkah Toiru itu . . . “
“Jangan
mengatakan hal yang tidak berguna. Tidak apa-apa kan? Aku akan melihatnya lagi
di pertemuan selanjutnya. Kita lihat, apa dia masih akan tetap menggunakan nama
bodoh Toiru itu,” sergah Heiji. (hahaha . . . detektif ditipu, rupanya Heiji
tahu siapa Toiru sebenarnya)
Kembali ke
ruangan serba putih. Waktu yang tersisa semakin tipis. Shinichi masih
kebingungan kata kunci mana yang akan dia gunakan.
“Aku tahu!” Ran
lalu mengetikkan sebuah kata di panel sentuh itu, BOND—ikatan— dan, berhasil.
“Ran,
terimakasih,” ucap Shinichi setelah memastikan kalau bom dalam bola itu sudah
mati.
Pintu terbuka.
“Aku khawatir
dengan ikatan antara kita . . .” Ran memandangi borgol yang mengikat tangannya
dan tangan Shinichi itu.
“Ah, ayo cepat .
. .” Shinichi speechless sendiri.
Saat melewati pintu
itu, tiba-tiba borgol di tangan Ran terlepas. Ran dan Shinichi terjebak di
ruangan berbeda.
“Ran!”
“Shinichi!”
Preview episode selanjutnya . . .
"Kasus
pembunuhan saat chat berlangsung!"
“Mayat yang
berpindah?!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar