Rabu, 05 Maret 2014

SINOPSIS Detective Conan: Kudo Shinichi e no Chousenjou (Detective Conan TV series 2011) episode 9

– Detective Besar dari Barat dan Timur ditantang Misteri Pembunuhan Sempurna –
Ran dan Shinichi masih terjebak di ruangan serba putih. Kali ini mereka menemukan sebuah bola yang ternyata berisi bom. Waktu di panel berjalan, kurang dari satu menit, sementara tiga kotak putih kosong belum terisi.
“Ada beberapa kemungkinan jawaban,” keluh Shinichi.
18 September 2010
“Shinichi, kau benar-benar akan pulang? Detektif SMA sepertimu akan datang dari Osaka. Tidakkah kau ingin bertemu dengannya?” Tanya Ran sepulang sekolah bersama Shinichi.
“Bodoh!! Tidakkah hanya Sherlock Holmes (Holmes merupakan detektif favorit Shinichi, karya Sir Arthur Conan Doyle) yang merupakan detektif luar biasa? Jadi aku benar-benar . . . “ ucapan Shinichi terputus.
Di tempat lain,
“ . . . tidak tertarik,” ucap Hattori Heiji.
“Katakan lagi. Sebenarnya, kau menghawatirkannya,” tembak Toyama Kazuha, temannya.
“Tidak!” Heiji masih mengelak. “Aku bahkan tidak tahu seperti apa wajahnya. Lebih penting, dimana bus menuju SMA Teitan?”
“Meskipun begitu, selama ini sudah terkenal, Barat adalah Kudo dan Timur adalah Hattori.”
“Huh?! Kalau kau ingin mengatakannya, katakan dengan benar, Barat adalah Hattori dan Timur adalah Kudo, mengerti! Jangan salah arah! Arahnya!”Heiji membenarkan ucapan Kazuha.
“Lihat, kau mengkhawatirkannya!”
“Tidak, BODOH! Kau itu. Kenapa aku harus khawatir pada orang tidak berguna, huh?”
“Dia lebih buruk darimu di Tokyo, jadi kau lebih baik hati-hati juga,” nasehat Kazuha.
“Bodoh! Siapa yang mau meningkatkan tekanan disini, di Tokyo?”
“Lebih penting Heiji, kau tidak lupa membawa kantong keberuntunganmu, kan? Sekali kau melupakan kantong keberuntungan itu kau terluka serius saat pertandingan.”
Tapi sepertinya Heiji tidak mendengarkan apa yang dikatakan Kazuha. Dari seberang, Heiji melihat seorang ibu yang dijambret tasnya oleh seorang bersepeda. “Kazuha, bawa ini!” Heiji langsung menyusulnya.
“Hei tunggu!” teriak Heiji saat mengejar si pelaku di jalanan perumahan.
Tidak sengaja Heiji mendahului Shinichi dan Ran yang sedang dalam perjalanan pulang. “Dalam keadaan seperti ini, seorang warna Negara yang baik harus . . . “ Shinichi menjatuhkan bola yang dibawanya dan . . . menendangnya ke arah si pelaku. Dan dengan mudah ia bisa melumpuhkan si pelaku.
Sementara Heiji berhasil menangkap si pelaku, bola yang ditendang Shinichi ternyata mental ke arah rumah warga.
“Hmm . . . sebagai warna Negara yang baik, apa yang harus dilakukan?” sindir Ran.
“Bodoh! Aku tahu,” Shinichi berjalan mendekat ke arah rumah temapat bolanya tadi terdengar memecahkan sesuatu.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah itu. Shinichi penasaran, ia berusaha masuk, tapi terkunci. Shinichi memanggil si pemilik rumah, tapi tidak ada sahutan dari dalam. Heiji yang juga mendengar teriakan itu mendekat, ia mengabaikan penjahat tadi dan menyerahkannya pada Kazuha yang kemudian dibantu Ran membawa si penjahat ke pos polisi.
Ketika tidak ada sahutan dari dalam, Shinichi berniat untuk melompati pagar dan masuk. Tapi usahanya ditahan oleh Heiji.
“Bro, tunggu. Serahkan saja padaku,” ucap Heiji sambil memanjat pagar.
Usaha kedua orang ini dihentikan oleh si pemilik rumah yang tiba-tiba datang, “Um, ada yang kalian lakukan di rumahku?”
Shinichi yang kemudian diserobot Heiji menjelaskan kalau terdengar teriakan dari dalam rumah. Mereka meminta si pemilik rumah, Fujimari Yoshino untuk bergegas membukakan pintu.
“Dear, bukakan pintu. Dear!” Yoshino-san menggedor pintu rumah itu.
“Siapa saja yang ada di dalam selain suamimu?” Tanya Heiji.
“Hanya suamiku, dan asistennya Hideko-san. Mungkin mereka terluka sehingga tidak bisa menjawab . . . Hei! Dear!” Yoshino-san kembali berteriak.
“Um, apa maksud . . . “ ucapan Shinichi terputus.
“Oke! Aku akan mendobrak pintu ini,” Heiji bersiap untuk medobrak pintu itu.
Tapi sejurus kemudian tampak Fujimaru Kazuo membuka pintu untuk mereka. Yoshino-san merangsek masuk. Ia curiga ada apa-apa antara suaminya Kazuo-san dengan asistennya Nakshima Hideko.
Mereka masuk ke ruangan tempat Kazuo biasa bekerja sebagai composer lagu, dan . . . menemukan Hideko-san meninggal karena terkena kaca yang pecah dari pigura berisi gambar di atasnya.
“Bro, panggil ambulan. Bukan . . . lebih baik polisi,” ucap Heiji sementara Shinichi menenangkan Yoshino-san yang keget melihat mayat Hideko-san.
Tidak lama kemudian polisi dan tim forensic datang. Mereka memindahkan mayat Hideko-san dari ruangan itu. Seorang detektif dari kepolisian Beika, Moriya Masayoshi bertanggungjawab dalam investigasi ini. Detektif Masayoshi mulai menginterogasi Kazuo-san, sementara Shinichi dan Heiji dengan insting mereka mulai melihat sekeliling.
“Oi! You anak sekolah!” detektif Masayoshi rupanya tidak suka ada sekelompok anak sekolah yang ikut campur investigasinya.
“Ya?” kali ini Shinichi mendekat.
“Bola ini milikmu kan?” ucap detektif Masayoshi menemukan bola di lantai yang juga memecahkan kaca dinding.
“Ya.”
“Fujimaru-san, apakah bola ini yang mengenai kaca dalam bingkai itu?” selidik detektif Masayoshi.
“Ya . . . “ Kazuo-san ragu-ragu menjawabnya. “Itu dia! Aku tidak menyadarinya, karena itu tiba-tiba, tapi sepertinya itu benar demikian.”
“Dengar itu? ini kesalahanmu seseorang meninggal,” kali ini detektif Masayoshi menumpahkan kekesalannya pada Shinichi.
“Itu salah . . . “ elak Shinichi.
“Ya itu salah!” Heiji menyahut juga. “Ini bukan kesalahannya. Bola datang dari sudut ini, memecahkan kaca jendela dan kemudian memantul di speaker ini dan berhenti di lantai. Bisa dilihat kalau bola ini sudah tidak lagi memiliki energy untuk memantul dan memecahahkan kaca dia atas,” terang Heiji.
“Bagaimana kau bisa bicara seperti itu?!” detektif Masayoshi tidak terima dengan pemaparan Heiji.
“Lihatlah dengan baik. Ini tidak mungkin bola ini kembali memantul dan memecahkan kaca di atas itu. apalagi, waktu antara ketika bola memecahkan kaca jendela . . . dan ketika kaca bingkai itu pecah . . . tidak biasa.”
“Cukup, cukup! Macam apa waktu antara itu? Dan anak-anak pengganggu, siapa sebenarnya kalian?!” detektif Masayoshi semakin kesal.
“Kau tidak tahu? Aku . . . “ ucapan Shinichi kembali terpotong.
“Namaku Heiji Hattori. Di Osaka aku dikenal sebagai detektif SMA,” ucap Heiji percaya diri.
Shinichi tidak kalah kaget. Karena ternyata ia akhirnya bertemu dengan Heiji dalam keadaan seperti ini.
“Detektif? Satu hal yang paling aku benci adalah detektif! Semua yang mereka katakana padamu bagaimana mereka dan prestasi yang sudah mereka buat. (mkasudnya, detektif Cuma bisa besar mulut alias omdo-omong doing). Jadi diam saja! Serahkan ini semua pada polisi!
Kasuha kemudian mendekati detektif Masayoshi. Ia membisikkan sesuatu yang membuat ekspresi detektif Masayoshi seketika berubah, “ Dia adalah putra dari Inspektur Hattori Heizo dari kepolisian pusat prefektur Osaka.”
“Oh, aku tidak tahu,” detektif Masayoshi buru-buru merubah sikapnya. “Saya MPD dari kepolisian Beika, unit pengawas criminal . . . sersan polisi Moria Masayoshi!”
“Kau tidak perlu mengatakan siapa ayahku,” keluh Heiji kemudian pada Kazuha.
“Ah, kalau begitu. Bro, siapa namamu?” kali ini Heiji berpaling ke arah Shinichi.
“Kau detektif, dan kau tidak tahu? Dia Kudo . . . “
Belum sempat Ran menyelesaikan kalimatnya, Shinichi sudah memotongnya, “Ahh! Itu To . . . panggil saja aku Toiru . . . To seperti Toguchi (pintu), I seperti pada Italy dan ru seperti pada Nagageru (mengacu pada aliran), jadi ini tertulis sebagai Toiru,” jelas Shinichi. “Aku hanya siswa kelas dua dari SMA Teitan.”
Sementara itu Ran yang ada disebelahnya heran dengan sikap Shinichi.
“Hmmm . . . Toiru, huh? Kalau begitu serahkan semuanya padaku,” ucap Heiji kemudian.
“Silahkan,” Shinichi buru-buru mengajak Ran keluar dari ruangan itu.
“Hei Shinichi! Apa yang kau rencanakan? Apa itu Toiru?” Ran protes.
“Shh! Ini tidak biasa kan? Mungkin ini bukan kebetulan. Aku ingin melihat seperti apa kehebaran detektif dari Osaka itu.
Heiji mulai berkeliling lagi. Ia berpikir, bukan bola yang membuat pecah kaca di frame itu. “Bagaimana kaca itu bisa pecah? Itu pertanyaannya. Lagipula, ruangan ini adalah kasus ruang tertutup yang sempura . . . dimana semua akses masuk dalam keadaan terkunci. Mungkinkah seseorang merencanakannya . . . supaya kita berpikir kalau ini kecelakaan,” ucap Heiji dalam hati.
“Kazuo-san, ketika kami datang . . . kenapa kau tidak segera membukakan pintu? Bukankah kau seharusnya menjawab panggilan istrimu.”
“Ah, itu . . . aku benar-benar syok, jadi . . . “
“Tapi . . . kau masih sempat mematikan music di ruangan ini. Apa artinya itu?” tembak Shinichi.
Heiji melanjutkan, “Setelah bola milik Toiru memecahkan kaca jendela . . . kami mendengar suara music keras dari ruangan ini. Dan tidak lama sesudahnya . . . kami mendengar suara kaca pecah. Setelah teriakan Hideko-san, music berhenti. Aku penasaran siapa yang menghentikan itu. Kazuo-san, anda yang menghentikan suara music itu kan?”
“Aku bilang, karena kaget aku tidak benar-benar ingat!” elak Kazuo-san.
“Satu lagi . . . saat kau mendengarkan music dengan suara keras . . . bagaimana kau bisa menggubah lagu?”
“Dan lagi . . . ketika kau bekerja . . . bukankah itu aneh kalau asistenmu berbaring di sofa. Kazuo-san . . . sebenarnya, kau dan Hideko-san berada di sofa . . . “
“Jangan bercanda!” Kazuo-san mulai terpancing.
Heiji dan Shinichi mengalihkan pandangan ke arah Yoshino-san. Mereka meminta penjelasan Yoshino-san soal apa yang dilakukan suaminya, Fujimaru Kazuo-san selama ini.
“Kau tidak akan mengatakannya kan!” ancam Kazuo-san kemudian.
Tapi Yoshino-san memilih pergi. Ia nyaris menangis.
Yoshino-san pergi ke ruang keluarga. Ia benar-benar menumpahkan air matanya. Kazuha mengangsurkan sapu tangan padanya.
“Maaf, seharusnya aku tidak mengatakannya seperti ini,” sesal Yoshino-san.
Yoshino-san lalu menceritakan semuanya. Suatu kali, ia pulang ke rumah. Saat itu pintu depan tidak terkunci, ia berpikir kalau suaminya Kazuo-san pasti lupa mengunci pintu. Yoshino-san lalu masuk, dan . . . ia menemukan suaminya tengah berselingkuh dengan Hideko-san asistennya ketika ia pergi. Yoshino-san syok dengan perselingkuhan suaminya itu.
Saat yang lain, Yoshino-san menemui Hideko-san. Ia meminta Hideko-san untuk menghentikan perselingkuhannya dengan Kazuo-san. Tapi Hideko-san tidak peduli dengan kata-kata Yoshino-san. Hideko-san menganggap kalau Yoshino-san sudah tidak berguna lagi.
Sepanjang interogasi, Ran memandang ke arah Heiji. Ia kagum pada kemampuan Heiji yang ternyata tidak kalah dengan Shinichi. Shinichi tampak cemburu.
“Hei kau, Toiru memanggilmu Ran kan? Ikut aku,” Kazuha mengajak Ran keluar ruangan.“Aku mengatakannya secara khusus, kalau kau ingin menarik perhatian Heiji, aku tidak akan membiarkannya.”
“Huh?” Ran kaget dengan ucapan Kazuha.
“Sejak lama, hubunganku dengan Heiji seperti ikatan rantai—chain of iron—. Jadi kalau ada seseorang yang muncul diantara kami, dan mencoba menghancurkan ikatan itu  . . . “
“Tidak mungkin. Aku tidak akan melakukan suatu hal seperti itu, percayalah padaku.”
“Lalu apa itu?”
“Kau bisa bilang kalau keadaan tentangnya mirip dengan seseorang, aku pikir . . .”
“Apa itu? apa kau bilang kau menyukai seorang seperti aku dengan Heiji?” tembak Kazuha.
“Tidak, itu tidak seperti suka atau apapun . . . “ elak Ran. “Dia seperti huge loves-mysteres nut—penggila misteri cinta—.”
“Huh? huge loves-mysteres nut?” Kazuha heran dengan cara Ran menyebutnya.
Kazuha lalu menunjukkan sebuah lucky charm berisi rantai dari besi. Kazuha menceritakan kalau ia memasukkan potongan rantai itu dalam lucky charm-nya.
“Apakah kalian berkencan?” kali ini Ran yang mengoda Kazuha.
“Ah tidak, tidak! Aku lebih seperti saudara perempuan bagi Heiji. Lebih penting, bagaimana denganmu, Ran-chan? Apa kau dan huge loves-mysteres nut itu berkencan?”
“Itu, tidak jelas juga kalau kau menyebut hubungan kami seperti itu . . . kami tidak punya ikatan kuat seperti kau dan dia (Heiji).”
Tiba-tiba Shinichi sudah ada di belakang mereka berdua. “Oi, apa yang kalian lakukan? Siapa si huge loves-mysteres nut itu?” selidik Shinichi.
“Aku tidak tahu!” elak Ran, sementara Kazuha buru-buru menyingkir memberikan mereka berdua kesempatan. “Apa kau menemukan sesuatu? Hattori-kun mungkin sudah menyelesaikan kasus ini lebih dulu, kau tahu.”
“Tidak masalah. Tidak peduli siapapun detektifnya . . . hanya ada satu kebenaran,” Shinichi lalu beranjak pergi, kembali masuk ke dalam rumah.
“Geez! Kau itu si huge loves-mysteres nut!” keluh Ran kesal.
Sementara itu, Heiji masih melanjutkan penyedilikan di dalam. Ia menginterigasi Kazuo-san bersama detektif Masayoshi. Kazuo-san masih saja terus mengelak kalau ia tidak tahu apa-apa. Tapi Heiji curiga. Ia kembali mengingat lagi keadaan mayat Hedeko-san tadi.
“Detektif, aku ingin mengecek sesuatu di bagian forensic,” Heiji meminta izin detektif Masayoshi yang langsung diiyakan saja olehnya.
Shinichi pun tidak tinggal dia. Dia masih bersama Yoshino-san di ruang keluarga. Shinichi melihat sekeliling. Ia menyadari sesuatu. Shinichi lalu menghubungi detektif Sato untuk minta bantuan.
“Maaf merepotkan,” ucap Shinichi.
Sepertinya Shinichi dan Heiji sudah punya jawaban dari kasus ini. Tidak lama sesudahnya detektif Sato pun datang. Ia datang bersamaan dengan membawa frame yang lain, yang ternyata merupakan pasangan dari frame yang pecah di ruangan kerja Kazuo-san itu.
“Saat aku melihat foto di ruangan ini, aku tahu ada hal yang aneh. Lihat, kalimat disini tampak janggal. Dan aku pikir, itu pasti bagian dari kelimat dalam bahasa Inggris yang lengkap. Dan ada penggantung yang sangat cocok untuk memasang keduanya di ruang tamu. Dan lagi, ada nota dari toko yang membuat bingkai itu. Karena itulah, aku menghubungi detektif Sato,” papar Shinichi.
“Kudo... er, Toiru-kun... ah, setelah mendengar dari Toiru-kun . . . aku menghubungi toko itu dan meminta penggantian kaca,” detektif Sato menambahkan.
“Dengan ini, misteri kasus ini terselesaikan. Kalau begitu, ayo lakukan. Semuanya, perhatikan baik-baik.”
Tanpa persetujuan sebelumnya, Heiji dan Shinichi berada di posisi masing-masing. Heiji memastikan speaker yang ada di ruangan sebelah belakang ruang utama sementara Shinichi berada di depan peralatan rekaman. Mulanya, tidak ada yang terjadi. Heiji dan Shinichi sempat bingung, tapi keduanya lalu menyadari sesuatu.
Shinichi mematikan musiknya. Ia lalu hanya menaikkan tombol dengan frekuensi tertinggi. Kaca mulai bergetar. Dan saat Shinichi menaikkan tombol itu pada posisi maksimum . . . prang! Kaca itu pecah.
“Kenapa? Kau tidak melakukan apapun?” Semua orang kebingungan.
“Frekuensi alami . . . itu trik yang digunakan untuk membuat kaca tadi pecah,” jawab Shinichi.
“Maksudmu, resonansi?” kali ini detektif Sato yang angkat bicara.
“Benar. Semua benda memiliki frekuensi alami. Music yang diputar di ruangan ini . . . dirancang dengan frekuensi dimana hanya kaca dalam bingkai itu yang akan pecah karena bergetar.”
“Dan lagi, trik lain adalah speaker di belakang foto itu . . . ini dirancang untuk membuat suara tadi,” lanjut Heiji.
“Suara? Kita tidak mendengar suara apapun, iya kan?” elak Ran.
“Sesuatu yang berfrekuensi di atas 20.000 herts tidak dapat didengar oleh kebanyakan orang. Tapi meski begitu, anjing bisa mendengarnya,” Shinichi lalu menaikkan kembali tombol dengan frekuensi tinggi itu, dan . . . anjing yang ada di depan rumah Kazuo-san menyalak nyaring. “Bagi anjing, suara tadi adalah suara bising yang sangat mengganggu.”
“Kaca di bingkai itu seperti ayunan di taman. Ketika ditambahkan gaya padanya yang searah dengan gerakannya  . . . maka ia akan mengayun semakin cepat. Dengan kata lain . . . kaca menjadi tidak bisa lagi menahan frekuensi khusus dari getaran itu . . . dan akhirnya pecah,” sambung Heiji. “Pelaku menggunakan senjata tidak tampak, untuk membunuh Hideko-san. Dan senjata tidak tampak itu adalah . . . resonansi.”
Kazuo-san mengelak kalau ia menggunakan frekuensi itu. Selama ini ia bekerja, tidak ada satupun kaca yang pecah. 
“Tentu saja. Ada seseorang yang mengetahui kalau kau selalu memasang music keras untuk menutupi perselingkuhanmu . . . dan mengganti CD dengan frekuensi khusus di dalamnya. Benar Toiru?” Tanya Heiji.
“Ya.”
“Pelakunya adalah . . . kau . . . Fujimaru Yoshino-san,” ucap keduanya bersamaan.
“Ketika kita masuk ruangan ini . . . kau berpura-pura kaget dan menjauh dari sofa . . . jadi kau bisa menurunkan tombol speaker itu. Detektif, cek CD di deck, pasti ada sidik jari si pelaku disana.”
“Yoshino... kenapa?” Kazuo-san tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan istrinya itu.
Yoshino-san kemudian berlari, ia menuju ruang tamu. Ternyata Yoshino-san mengambil sebuah pisau dan mencoba membunuh Kazuo-san.
“Lebih baik kau tidak mengulangi kejahatanmu lagi,” sergah Heiji.
Yoshino-san lalu menceritakan semuanya. Awalnya ia adalah asisten Kazuo-san sebelum akhirnya mereka menikah. Selama ini dialah yang selalu memberikan ide saat Kazuo-san menggubah lagu. Tapi rupanya Kazuo-san tidak pernah menganggap keberadaan Yoshino-san. Yoshino-san tetap bersabar, meski tidak dianggap. Tapi semua berubah ketika kemudian Yoshino-san tahu kalau suaminya, Kazuo-san berselingkuh dengan asistennya, Hideko-san.
“Ikatan yang aku percaya ada antara kita berdua . . . ternyata hanya aku yang mempercayainya,” ucap Yoshino-san dengan marah.
“Jika bola itu tidak memecahkan jendela . . . Kazuo-san mungkin masih ada di sofa. Yoshino-san, mungkinkah kau mencoba . . . “ ucapan Shinichi terputus.
“Aku berencana untuk membunuh keduanya. Meski mereka tidak meninggal ketika kaca pecah . . . paling tidak mereka terluka parah,” sambung Yoshino-san.
“Apakah perbaikan bingkai yang satunya adalah percobaan, untuk memastikan frekuensi alami dari kaca itu? Kau sudah merencanakan segala sesuatunya.”
“Karena aku akan membeberkan semua pada polisi. Kita berdua memiliki ikatan! “ ucap Yoshino-san dengan geram.
“Wanita terkutuk! Ikatan apa?!” kali in Kazuo-san yang akan balas menyerang Yoshino-san.
Tapi usahanya berhasil digagalkan oleh Ran dan Kasuha, tentu dengan silatnya. “Jangan main-main dengan ikatan . . . karena itu tidak terjadi dengan mudah!” ucap Ran dan Kazuha bersamaan.
“Kalian juga lebih baik hati-hati, kan?” komentar detektif Sato kemudian sambil memandang ke arah Shinichi dan Heiji.
Kasus terungkap. Polisi lalu membawa pelaku untuk diadili. Ran, Shinichi, Kazuha dan Heiji pulang bersama.
“Ngomong-ngomong Toiru. Sejak kapan kau mencurigai istrinya?” Tanya Heiji.
“Sejak saat dia pulang ke rumah . . . dia mengatakan hal yang mencurigakan. Dear! Mungkin mereka terluka parah sehingga tidak bisa menjawab . . . itu pasti karena ia tahu sesuatu terjadi pada mereka berdua.”
“Ah, tidakkah Tokyo semakin bersinar? Pertama Kudo-siapalah namanya dan sekarang kau . . . “ puji Heiji kemudian.
“Ah . . . hal itu. sebenarnya . . . “ ucapan Shinichi terpotong lagi.
Rupanya Heiji yang memang datang ke Tokyo dalam rangka pertandingan menyadari pertandingannya sefera dimulai. Ia lalu mengajak Kazuha untuk buru-buru perdi.
Ran dan Shinichi memandangi kepergian Heiji dan Kazuha.
“Ahh! Karena kau kalah cepat, kau tidak jadi mengatakan hal yang sebenarnya padanya,” keluh Ran.
“Aku penasaran dengan dia. Akankah detektif besar dari Osaka bersinar juga,” komentar Shinichi kalem.
Sementara itu, Heiji dan Kazuha juga masih melanjutkan obrolan mereka.
“Eh, Heiji, mungkinkah Toiru itu . . . “
“Jangan mengatakan hal yang tidak berguna. Tidak apa-apa kan? Aku akan melihatnya lagi di pertemuan selanjutnya. Kita lihat, apa dia masih akan tetap menggunakan nama bodoh Toiru itu,” sergah Heiji. (hahaha . . . detektif ditipu, rupanya Heiji tahu siapa Toiru sebenarnya)
Kembali ke ruangan serba putih. Waktu yang tersisa semakin tipis. Shinichi masih kebingungan kata kunci mana yang akan dia gunakan.
“Aku tahu!” Ran lalu mengetikkan sebuah kata di panel sentuh itu, BOND—ikatan— dan, berhasil.
“Ran, terimakasih,” ucap Shinichi setelah memastikan kalau bom dalam bola itu sudah mati.
Pintu terbuka.
“Aku khawatir dengan ikatan antara kita . . .” Ran memandangi borgol yang mengikat tangannya dan tangan Shinichi itu.
“Ah, ayo cepat . . .” Shinichi speechless sendiri.
Saat melewati pintu itu, tiba-tiba borgol di tangan Ran terlepas. Ran dan Shinichi terjebak di ruangan berbeda.
“Ran!”
“Shinichi!”
Preview episode selanjutnya . . .
"Kasus pembunuhan saat chat berlangsung!"
“Mayat yang berpindah?!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar